Jumat, 16 Desember 2011

Cara Belajar Efektif Menjelang UAS

BAGI sebagian besar mahasiswa mungkin kini tengah memasuki minggu-minggu terakhir menjelang Ujian Akhir Semester (UAS), namun kebiasaan menggunakan metode belajar SKS alias Sistem Kebut Semalam (sudah gak jaman).
Menjelang hari H, kamu akan menjadi kelabakan ketika menyadari banyaknya materi yang harus dibaca dan dimengerti sebagai bahan UAS. Tidak jarang, sikap pasrah atau mengandalkan 'bantuan' teman menjadi pilihan terakhir yang ditempuh.

Tips belajar yang efektif:
1.   Siapkan semua materi yang dibutuhkan
Pilah dan pilih pokok materi yang diberikan dosen dan sesuaikan dengan parameter keberhasilan yang biasa dicantumkan  pada silabus yang dibagikan.
2.   Sedikit belajar tapi mulai lebih awal
Rencanakan rutinitas belajarmu dan jadwal kegiatanmu dalam bersosialisasi. Dengan mulai mencicil materi kuliah sejak awal tidak perlu membuatmu belajar dalam porsi besar karena minimnya waktu. Hal ini akan meluangkan waktumu untuk bersantai serta meminimalkan rasa stres.
3.   Memiliki sesi belajar intensif
Jika kamu adalah orang yang mampu mengatasi tekanan tapi tidak memiliki kesabaran untuk duduk berlama-lama sambil membaca buku atau catatan, cobalah menggunakan jam belajar intensif. Rencanakan untuk menyelesaikan satu bab atau sebagian bab setiap jam, namun pastikan kamu memahami benar mengenai bab tersebut.
4.   Perhatikan dengan baik saat dosen mengajar
Alasan pertama mengapa kamu harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin menjelang UAS terjadi, karena kamu tidak menyimak dengan baik ketika dosen memberikan materi perkuliahan. Jika kamu bisa fokus memperhatikan materi yang diberikan, maka waktu belajarmu menjelang ujian akan semakin singkat. Sebab, sebagian besar materi tersebut telah terekam di kepalamu.
5.   Patuhi semua rencana yang telah ditetapkan
Melenceng dari jadwal yang telah kamu tetapkan akan membuat segalanya berantakan. Adanya jadwal membantumu tetap fokus antara akademis dan kehidupan sosial.
.

Kejujuran

Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.

Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya.

Seorang yang berbuat riya' tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
Allah berfirman,

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (QS. Al-Maidah:119)
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa”(QS.Az-Zumar:33)

Keutamaaan Jujur
Umat Islam dianjurkan oleh Nabi Muhammad selalu jujur. Karena dengan kejujur hidup kita akan merasa tenang, tentram dan membawa kebajikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,

“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”

Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.

Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,

“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”

Dalam kehidupan sehari-hari dan ini merupakan bukti yang nyata kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia dan akherat.

Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.

Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat. Oleh sebab itu marilah mulai sekarang kita mulai konsisten dengan kejujuran meskipun berhadapan dengan siapapun. Jangan sekali-kali kita berdusta atau membohongi orang lain karena Allah Maha tahu. Dia akan membuat perhitungan denganmu tentang hal itu. Ingatlah Nabi Muhammad SAW berkata, “Kejujuran itu adalah ketenangan, sementara kebohongan adalah kegelisahan”(HR.Bukhari).