Senin, 01 April 2013

Itsar dan kasih sayang sahabat Rasulullah saw

Kata itsar sering terdengar di telinga kita, nah apakah arti  kata itsar dan kenapa kita harus itsar kepada saudara kita? Sebelum membahas banyak tentang itsar, kita perlu tahu terlebih dahulu tentang tahapan-tahapan menuju itsar. Itsar merupakan tingkatan tertinggi dalam ukhuwah islamiah. Ukhuwah akan kokoh dan erat apabila dilandasi dengan aqidah, ukhuwah seperti ini akan senantiasa dijaga dan dilindungi Allah swt sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Ali-Imran ayat 103 :

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(Q.S. Ali-Imran : 103).

Ayat di atas  menjelaskan tentang ukhuwah islamiyah yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Dalam tahapan ukhuwah islamiyah ada tiga tahapan yang harus dilalui sebelum mencapai itsar, yang pertama adalah  taaruf (perkenalan), pada tahap ini biasanya baru mengenal nama, tempat dan tanggal lahir, penampilan serta sifatnya. Tahap selanjutnya adalah tafahum (memahami) tentang karakternya seperti hal yang disukai dan tidak disukai, ciri khas, dan kebiasaan-kebiasaanya. Setelah seorang muslim saling mengenal dan memahami saudaranya, apabila saudaranya ditimpa musibah atau kesulitan maka akan suka rela meolong dan meringankan bebanya, nah inilah tahapan  yang disebut ta’awun (tolong-menolong). Selanjutnya sampailah pada tingkatan tertinggi ukhuwah islamiya yaitu itsar. Itsar dapat di artikan sebagai mementingkan saudaranya yang seiman dan seaqidah lebih dari dirinya sendiri. Hal ini  sering terjadi di zaman Rasulullah saw, diriwayatkan oleh Abu Jahm bin Hudzafah, “Pada saat berlangsungnya perang Yarmuk, seorang sahabat mencari sepupunya yang sedang ikut perang tersebut. Ia membawa air minum satu kendi untuk sepupunya, setelah menemukanya, ia bermaksud untuk memberikan minum yang telah dibawanya itu kepada sepupunya, tetapi terdengar suara orang yang merintih karena kehausan, orang tersebut tergeletak didekat sepupnya. Dengan isyarat sepupunya memerintahkan agar air minum tersebut diberikan kepada orang yang sedang merintih itu. Ternyata orang tersebut dalam keadaan hampir meninggal dunia, ketika sahabat Rasulullah yang membawa air minum ini mendekatinya, ternyata di tempat yang berdekatan denganya juga ada orang yang berteriak karena kehausan meminta air. Dia adalah Hisyam bin Abil ‘Ash r.a. Ketika akan mendekati orang ketiga tersebut, ternyata ia telah meninggal dunia. Kemudian sahabat Rasul yang membewakan air minum menuju ketempat saudara sepupunya, ternyata ia telah meninggal dunia (Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun).

Kisah ini menjelaskan betapa mulianya seorang yang sudah mencapai ke tahap itsar. Bagaimanakah dengan kita? Sudah sampai dimanakah tahapan kita? Silakan direnungkan dan dijawab sendiri.
Walaupun mereka sendiri sedang dalam kehausan, tetapi mereka tetap memikirkan kepentingan saudaranya yang lain yang masih dalam keadaan sulit. Mereka tidak memikirkan dirinya sendiri. Dengan kematian mereka, Allah swt melimpahkan pahala kepada mereka dan memasukanya kedalam syurga. Mereka sudah memberikan tauladan berupa kasih sayang dengan mengorbankan nyawanya. Ini menjadi renungan bagi kita sebagai penerus estafet dakwah Rasulullah saw.  Ukhuwah islamiyah tidak akan mencapai pada tahap itsar apabila kita saling mementingkan dirinya sendiri, saling acuh tak acuh, dan tidak pernah memikirkan kesulitan yang dialami saudara kita. Mudah-mudah dengan tulisan ini kita menjadi lebih sadar dan paham betapa pentingnya ukhuwah islamiyah di jalan yang penuh onak dan duri ini. Ukhuwah tidak dicari tapi dibangun dengan cara pengorbanan, baik waktu, tenaga, pikiran, biaya bahkan nyawa untuk saudara kita seperti kisah di atas.


Referensi :
Ahmad, Abdurrahman. 2000. Himpunan Fadilah Amal. Yogyakarta: Ash-Shaff


By: Firman Zaylany_Kabid Penerbitan

Tidak ada komentar: